Jokowi teken PP, Atur Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar dan Remaja

Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran

Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang sedang dibahas Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia telah menimbulkan kontroversi. LBH Pers dan AJI Jakarta menilai revisi ini akan membawa masa depan jurnalisme di Indonesia menuju masa kegelapan. Mereka khawatir revisi tersebut akan membatasi kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan berekspresi secara umum. 
Pasal 8A huruf q juncto 42 ayat (1) dan (2) pada draf revisi UU Penyiaran menimbulkan tumpang tindih antara kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dengan kewenangan Dewan Pers, serta menghapus Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers sebagai rujukan dalam menilai siaran-siaran produk jurnalistik.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad optimistis revisi UU Kementerian Negara akan rampung dalam waktu dekat. Namun, akses ke informasi tentang revisi ini terhalang karena keterbatasan akses.

Revisi UU Desa juga menjadi perhatian publik, dengan tuntutan periodisasi jabatan kepala desa dan tambahan Dana Desa. Desa diharapkan menjadi ujung tombak peradaban bangsa dan negara Indonesia, tetapi persoalan-persoalan yang ada harus diatasi dengan kebijakan yang berdampak baik.

Dalam konteks lain, revisi UU MD3 terkait penyempurnaan kewenangan DPR dalam melakukan pengawasan telah diusulkan dan dijelaskan oleh Said Abdullah. Revisi UU ITE juga dilakukan untuk menghilangkan multitafsir dan pasal karet dalam implementasi UU ITE, dengan fokus pada perbuatan yang dilarang dan akomodasi HAM. 

Komentar